
Gentra News, NTT-ALOR – Bulan Mei dirayakan oleh Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) sebagai Bulan Budaya, sebagaimana di Jemaat Ichtus Puildon (JIP) juga turut merayakannya dengan tata ibadah Minggunya bernuansa etnis yang berbeda-beda, yakni etnis Pura, Kabola, Rote, Flores, Timor, Sabu, Kui, Alor Timur, Alor Timur Laut, serta Pureman, dan etnis lainnya.
Pada kebaktian Pentakosta ini, para Pelayan bersama majelis jemaat akan masuk melalui pintu depan dengan tarian khas Pantar yang mengiringi prosesi masuknya, termasuk saat seusai kebaktian.
Selain itu, pada kebaktian Pentakosta ini mengenakan busana masih bernuansa budaya, dan disambut dengan begitu antusias semua jemaat mengenakan pakaian yang dibalut dengan kain adat etnis Pantar, dikoodinir langsung oleh Penatua Yane Sir.
Pendeta Puriyati Nunuhitu, S.Th usai kebaktian kepada wartawan, Minggu (19/5/2024) menjelaskan kebaktian Minggu ini seluruh jemaat diwajibkan mengenakan pakaian etnis Pantar, dimana pada beberapa minggu sebelumnya didahului dengan etnis daerah lainnya.
Tentu dengan begitu antusias jemaat mengenakan etnis masing-masing pada setiap kebaktian minggunya dan saling berbeda adat dan budaya, tetapi sesungguhnya semua itu menjadi sesuatu yang memaknakan persatuan dan kesatuan untuk memuji akan kebesaran dan keagungan nama Tuhan.
Aksesoris yang dipakai tentu mengandung maknanya tersendiri termasuk ada makanan khas masing-masing juga ada maknanya. Akan tetapi kami sebagai Pendeta, tetap mengingatkan untuk selalu memaknai etnis itu dengan benar dalam beribadah kepada Tuhan, bukan untuk menunjukan siapa lebih baik dari siapa.
Sementara puji-pujian atau lagu-lagu yang mengiringi Liturgi adalah lagu dalam bahasa Pantar diantaranya bahasa Lamma, bahasa Kaera, bahasa Teiwa, dan bahasa Doliwang.
Penyampaian khotbah oleh Pendeta Aniben kembali mengingatkan kepada seluruh umat bahwa perbedaan itu ada tetapi untuk kebersamaan bukan untuk saling mencari suku dan bahasa mana lebih besar, lebih baik dan sebagainya.
Lagu bahasa Pantar Tengah tidak hanya mengisahkan bahwa kakak adik duduk bersama tetapi tidak saling memahami atau tidak ada saling pengertian diantara mereka. Lagu ini mengingatkan kepada seluruh umat termasuk para Pendeta akan pentingnya sebuah kebersamaan.
Namun, diakhir kebaktian nanti, seluruh Jemaat akan berlego-lego bersama, menggambarkan kebersamaan Jemaat GMIT Ichtus Puildon dalam membangun dan menata pelayanan jemaat Ichtus Puildon kedepan semakin baik untuk hormat dan kemuliaan bagi nama Tuhan.
“Kiranya pada kebaktian bulan Budaya ini dengan etnis budaya berbeda-beda namun semakin memperkokoh kebersamaan dalam melayani pekerjaan Tuhan”, ujar Pendeta Puriyati Nunuhitu, S.Th yang didampingi Pendeta Aniben Asaria Laa, S.Th dan Pendeta Ratu Djobo Pay, S.Th.
Jef Beny Bunda.