Gentra News Bali – Tabanan, Selasa 16 April 2024
Weton adalah berasal dari kata wetu/metu yang lama kelamaan menjadi ucapan wetuan, weton. Weton ini di Bali identik dengan kelahiran bayi, yang menurut perhitungan kalender Bali hari lahir /:weton tersebut diperingati setiap 210 hari sekali atau sering disebut dengan 6 bulan. Menurut perhitungan kalender Bali 1 bulan adalah 35 hari. Dalam peringatan weton ini digabungkan antara hari yang disebut dengan Sapta wara terdiri dari soma (Senin), Anggara (Selasa) Buda (Rabu), Wraspati Kamis) Sukra (Jum’at) , Saniscara (Sabtu) , Redite (Minggu) dengan panca wara yang terdiri dari Umanis, pahing, Pon, Wage, Kliwon. Perhitungan Satu Minggu pada kalender Bali disebut wuku, yang dimulai pada hari minggu, sedangkan jumlah wuku sebanyak 30 terdiri dari, Sinta, Landep, Ukir, kulantir , Tolu, Gumbreg, Wariga, Warigadean, Julungwangi, Sungsang, Dungulan, Kuningan, Langkir, Medangsia, Pujut, Pahang, Krulut, Merakih, Tambir, Medangkungan , Matal, Uye, Menail , Perangbakat, Bala, Ugu, Wayang , klau, Dukut, Watugunung.
Menurut AKP Purnawirawan I Nyoman Subagia, S.Sos, yang juga sebagai budayawan mengatakan bahwa “pelaksanaan upacara otonan, atau wetonan memiliki makna mengucapkan rasa syukur kepada Ida
Peringatan Weton Merupakan Ungkapan Rasa Syukur kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa atas karunia-Nya kita terlahir kedunia ini sebagai manusia. Dengan menghaturkan puja pengastuti kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa melalui leluhur kita wajib bersyukur. Ungkapan rasa syukur ini di Bali biasanya diadakan upacara dengan menghaturkan sesajen/upakara di Merajan kemulan, kemudian bagi yang melaksanakan peringatan hari kelahiran berupa weton memohon Tirta dengan disertai doa, agar menemukan keselamatan/kerahayuan, Dirgayusa (panjang umur). Selain itu wetonan memiliki makna pensucian diri serta penselerasan hubungan antara buana alit (badan kasar) buana agung. Upacara wetonan ini tergolong bagian dari manusa Yadnya dari lima Yadnya yang ada yaitu Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, manusa Yadnya, Pitra Yadnya dan buta Yadnya”. Kata AKP Purnawirawan I Nyoman Subagia
Nah, bagaimana kalau orang yang memperingati otonan ada dirantau atau berada di tempat tugas yang jauh dari rumahnya. I Nyoman Subagia, S.Sos menjelaskan bahwa “bisa dilakukan dengan cara berdoa menyebut leluhur dan Ida Sanghyang Widhi Wasa, untuk memohon keselamatan kerahayuan., jika ada di tempat kos di rantauan tidak ada pelinggih, bisa ngayat dan bersembahyang di hadapan pelangkiran, karena dalam hal ini semua bisa berlaku flexibel, terlebih lagi orang yang sudah memiliki kemampuan jnana yang tinggi tentu boleh melakukan peringatan weton dengan apa adanya, karena dari semua itu yang terpenting adalah doa, kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa melalui leluhur”. Jelas I Nyoman Subagia yang melaksanakan wetonan pada hari saniscara (Sabtu) Wuku krulut tanggal 13 April 2024, (Tumpek Krulut) lalu.
“Pelaksanaan peringatan weton antara satu tempat dengan lainnya mungkin ada perbedaan karena di Bali menganut sistem Desa kala Patra / Desa mawacara, tergantung dari kebiasaan yang dilakukan pada keluarga tertentu atau di masyarakat masing-masing. Meski demikian maknanya dan tujuan dari pelaksanaan peringatan weton ini adalah sama. Demikian pula jika weton nemu hari Purnama atau tilem kebiasaan yang berlangsung bahwa akan diadakan peringatan weton dengan upakara atau sarana upacara yang lebih besar. Maknanya pun sama melakukan pembersihan diri lahir dan batin, memohon kesucian jiwa dan angayubagia/bersyukur terhadap semua waranugraha Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Kuasa” Tutup I Nyoman Subagia, S.Sos yang asli kelahiran Tabanan ini.
(**)

